Dalam kesempatan postingan saya kali ini sebenarnya bebarengan dengan peringatan hari kartini, ya cuma lewat sehari. Namun demikian saya tidak akan memposting hal-hal yang berhubungan dengan hari kartini karena sudah banyak sekali artikel yang berhubungan dengan hari besar tersebut. Namun jika di lihat antara peringatan hari Kartini dan judul di atas masih ada sinkronnya meski maksa dikit, yaitu dunia pendidikan karena anak-anak kita sedang menghadapi ujian akhir tahun.
Hampir semua dunia pendidikan tau apa arti judul di atas. Satu falsafah yang disampaikan oleh tokoh pendidikan kita yaitu Ki Hajar Dewantara. Falsafah tersebut berarti sebagai seorang pemimpin entah itu pemimpin laki-laki ataupun pemimpin perempuan sebaiknya tau makna dan juga bisa mengamalkannya. Bahwa seorang pemimpin ketika ia berada di garis depan bisa menjadi contoh baik sikap, mental dan prilakunya.
Bagaimana ketika seorang pemimpin perkataanya tidak bisa menyejukkan hati orang-orang yang di pimpinya. Suaranya yang sumbang, sungguh sangat tidak enak di dengar apalagi di rasakan di hati. Pelan tapi pasti mereka yang berada di garis belakang akan mundur dan kemudian menghilang dari barisan. Kita tentu tidak mau menjadi pemimpin seperti ini bukan ?
Kalimat kedua dari Ki Hajar Dewantara sebagai seorang pemimpin mestinya Ing madyo mangun karso. Ketika ia berada di tengah-tengah orang yang di pimpinnya kita bisa membangkitkan semangat, baik semangat kerja keras, semangat kejujuran, semangat persatuan dan semangat-semangat lain yang sifatnya membangun barisan. Mau mencari setiap permasalahan dan mengklarifikasi kepada mereka tentang kebenaran satu masalah untuk kemudian bisa tampil sebagai pemberi solusi dan berani membela orang-orang yang di pimpinnya, bukan lempar batu sembunyi tangan.
Ketika ada kesalahan pada mereka yang kita pimpin kita berani tampil di depan dan mengatakan bahwa "Sayalah orang yang paling bertanggung jawab, atas kesalahan orang-orang yang saya pimpin", jangan berlindung di balik kelemahan kita dan berlindung di balik ketidak mampuan kita. Untuk itulah seorang pemimpin mau di kritik dan terus belajar untuk meningkatkan kapasitas diri sebagai seorang Leader.
Sudahkah kita menyelami orang-orang yang kita pimpin, baik watak dan prilaku serta kemampuan anak didik kita agar kita bisa tau bagaimana harus memperlakukan mereka berdasar kapasitas berfikir dan bertindak. Tidak di pukul rata semua di perlakukan sama. Ketika kita sering berada di tengah-tengah mereka kita akan tau satu persatu sehingga kita bisa menyentuh hatinya dan bukan memancing emosinya.
Falsafah yang ketiga yang di ajarkan oleh Ki Hajar Dewantara adalah Tut wuri handayani. Bahwa seorang pemimpin jika ia berada di barisan belakang ia bisa mendorong orang-orang yang di pimpinnya agar berani dan terus bergerak, bertempur tidak mengenal lelah dan takut, karena mereka yakin bahwa kita siap membackup mereka jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Mereka yakin bahwa kita tidak akan lari apapun yang terjadi di medan pertempuran. Dengan demikian mereka rela mengorbankan diri demi kepentingan bersama, bukan sekedar memikirkan kepentingan pribadinya.
Tiga falsafah ini jika kita pegang teguh dan kita implementasikan dalam bidang apapun, baik sosial masyarakat maupun kegiatan bisnis jaringan dan konvensional, maka kita akan menjadi pemimpin yang di segani, bukan karena kita kaya, atau kita cakep, ganteng dan lain sebagainya, tapi karena kharisma pemimpin itu sendiri yang akan mereka pandang sebagai daya tarik sehingga mereka merasa sejuk, aman, nyaman dan tenang di bawah kepemimpinan kita.
Terus belajar dan tetap bersemangat sahabatku semua, jangan biarkan egomu membatasimu untuk terus belajar, berjuang dan berkarya dalam mewujudkan cita-cita yang luhur demi kesejahteraan keluarga kita, kesejahteraan bersama serta untuk menjunjung tinggi martabat bangsa Indonesia.